Untuk memulai pembahasan ini marilah kita satukan pemahaman dulu tentang istilah berikut. Nafs adalah bahasa Arab, sedangkan dalam bahasa Indonesia diambil dari serapannya menjadi nafsu dan bila diterjemahkan itu adalah berarti diri. Jadi jika anda menemui tiga istilah ini maka maksudnya adalah diri, diri seorang insan atau manusia.
Dalam psikologi Islam, diri (nafs) memiliki beberapa ciri utama, antara lain:
1. Mengikuti keinginan: Nafs cenderung mengikuti keinginan diri, tanpa mempertimbangkan akibat atau konsekuensi dari tindakan tersebut.
2. Mencari kesenangan: Nafs selalu mencari kesenangan dan kenikmatan, baik dalam bentuk materi maupun non-materi.
3. Menghindari kesulitan: Nafs cenderung menghindari kesulitan dan kesukaran, serta mencari jalan yang paling mudah dan nyaman.
4. Tidak memiliki kendali: Nafs dapat tidak memiliki kendali dan cenderung berbuat sesuai dengan keinginannya, tanpa mempertimbangkan akibat atau konsekuensi.
5. Mudah dipengaruhi: Nafs mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, seperti lingkungan, media, dan orang lain.
6. Mencari kepuasan: Nafsu selalu mencari kepuasan dan kebahagiaan, baik dalam bentuk materi maupun non-materi.
Itulah enam dasar sifat nafs yang dimiliki oleh setiap insan di muka bumi ini. Lalu pertanyaannya apakah nafsu ini buruk dan dilarang?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut sedianya sedikit saya berikan pemahaman bahwasanya nafsu itu ibarat seseorang yang tengah berjalan di antara dua jurang di sisi kanan dan kirinya, sifat dasar manusia itu ibarat seseorang berjalan di sisi paling kiri dan hampir-hampir terjatuh ke dalam jurang sebelah kiri. Sedangkan seseorang yang berlawanan dengan seluruh dari enam sifat dasar manusia ini ibaratnya dia berjalan di bagian tepi jurang sebelah kanan dan hampir-hampir jatuh.
Dari ilustrasi tersebut maka saya katakan bahwa keenam sifat dasar dari nafs dan yang menjadi lawannya ini adalah sebuah potensi yang sebenarnya masih dapat berubah-ubah. Dalam istilah pengendalian nafsu artinya manusia itu berjalan di tengah-tengah antara ciri sifat dasar nafs yang berlawanan tersebut.
Jadi, perlu diingat bahwa nafsu juga dapat dikendalikan dan diarahkan dengan cara yang positif kearah yang positif, seperti dengan melakukan ibadah-ibadah, dzikir-dzikir, doa'-doa' pendekatan diri dengan sang Khaliq (Maha Penciptaan) serta menempuh jalan utama yaitu menambah ilmu dan hikmah agama.
Dalam psikologi Islam, nafsu memiliki beberapa sifat yang dapat mempengaruhi perilaku dan tindakan manusia baik itu positif ataupun negatif. Sifat positif misalnya mendorong motivasi, meningkatkan kreativitas, mengembangkan keberanian sedangkan yang negatif misalnya : semaunya sendiri, malas, terus bersenang senang, yang penting puas, terombang ambing.
Intinya nafsu dapat dirubah dan dikendalikan oleh siapa ? Ya dirinya sendiri.
Allah berfirman yang artinya: Sesungguhnya Allah tidak merubah nasib suatu kaum sehingga kaum tersebut yang merubah dirinya sendiri.
Dengan memahami sifat-sifat nafsu, kita dapat lebih baik dalam mengendalikan dan mengarahkan nafsu kita untuk mencapai tujuan yang positif tentunya yang diridhoi allah subhanahu wa ta'ala.
Dalam psikologi Islam, nafsu dibagi menjadi beberapa jenis atau tingkatan, yang masing-masing memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda. Berikut adalah beberapa jenis nafsu yang umumnya dikenal:
Nafsu dalam Al-Qur'an dan Hadits disebutkan:
1. Nafsu Lawwamah (نفس لوامة): Nafsu yang cenderung melakukan keburukan, tetapi dapat diubah dengan pendidikan (Ilmu) dan latihan (riyadhoh). Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna AL-LAWWĀMAH, bahwa makna yang dimaksud ialah jiwa yang tercela. Qatadah mengatakan jiwa yang pendurhaka. Ibnu Jarir mengatakan bahwa semua pendapat di atas saling berdekatan pengertiannya. Tetapi yang lebih mirip dengan makna lahiriah ayat ialah jiwa yang amat menyesali dirinya atas perbuatan baik dan buruknya, dan menyesali yang telah silam. (QS. Al-Qiyamah: 2)
3. Nafsu Ammarah (نفس أمارة): Nafsu yang cenderung melakukan keburukan dan yang menjadi faktor bawaan manusia, menjadi baik dengan Rahmat Allah SWT. Manusia tidak bisa lepas dari kesalahan karena nasf selalu ada godaan dan angan-angan mempengaruhi, tentunya godaan itu dari setan. Sebagaimana perkataan istri Al-Aziz dalam Al-Qur'an Al-Karim dalam surat Yusuf (QS. Yusuf: 53)
4. Nafsu Mutmainnah (نفس مطمئنة): Nafsu yang telah mencapai ketenangan dan kepuasan, karena telah menyerahkan diri kepada Allah SWT. (QS. Al-Fajr: 27-30) Inilah yang hendaknya kita capai bersama sebagai seorang mukmin yang beriman bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta'ala yaitu meraih ketenangan batin kenangan jiwa sehingga ketika kita menghadap kepada Allah subhanahu wa ta'ala dalam kondisi yang telah disucikan.
Kita juga perlu mengetahui hal ini yaitu nafsu menurut para Ulama
1. Nafsu Hayawaniyah (نفس حيوانية): Nafsu yang terkait dengan kebutuhan dasar manusia, seperti makan, minum, dan tidur atau dikenal dengan kebutuhan biologis. Nafsu hayawaniyah ini adalah keinginan atau kebutuhan normal manusia dan agama menghalalkannya, namun jika ini dilakukan secara berlebih maka bisa menyebabkan dosa.
2. Nafsu Natiqah (نفس ناطقة): Nafsu yang terkait dengan kemampuan berpikir dan berbicara. Orang yang senang berbicara secara berlebih itu juga termasuk menuruti hawa nafsu. Maka perlulah kita dalam Islam ini untuk menjaga ucapan kita, pembicaraan kita, lebih baik kita diam atau kurangi bicara daripada berbicara yang tidak berguna bahkan dosa. Dan kecenderungan orang yang banyak bicara adalah berpotensi besar terjerumus pada dosa-dosa.
4. Nafsu Ruhaniyah (نفس روحانية): Nafsu yang terkait dengan spiritualitas dan hubungan dengan Allah SWT. Disadari atau tidak bahwasanya seluruh makhluk bernyawa di muka bumi ini adalah makhluk yang membutuhkan Tuhan, makhluk yang bertuhan, makhluk yang tidak bisa lepas dari Tuhan. Spiritualitas yang tinggi dapat meningkatkan kedekatan seseorang dengan Tuhan. Namun jangan sampai terjebak pada ritualitas hampa yang dikira dapat mendekatkan kepada Tuhan tapi justru malah menjauhkan kepada Tuhan karena dijalani dengan nafsu yang ingin dipandang baik oleh orang lain. Atau menjalaninya dengan merasa paling baik dan paling benar apa yang dilakukan, bukan dengan membesarkan keikhlasan dan perasaan berserah diri kepada Allah subhanahu wa ta'ala.
Penting untuk diingat bahwa nafsu bukanlah sesuatu yang statis, melainkan dapat berubah dan berkembang seiring dengan proses pendidikan, latihan, dan pengalaman hidup. Terakhir kami sampaikan: Selamat mendidik dan melatih nafsu anda semoga mencapai pada jiwa-jiwa yang tenang jiwa-jiwa yang suci jiwa-jiwa yang diridhoi allah subhanahu wa ta'ala.
Bono, 22 Maret 2025