Saat darah haid tiba, seorang wanita
wajib menghindari hal-hal yang diharamkan sebab haid. Di samping itu ia harus
menjaga jangan sampai sesuatu yang dipakai dalam ibadah terkena najisnya darah haid.
Bila darah yang keluar telah mencapai batas minimal haid (24 jam), maka tatkala
darah berhenti, ia wajib mandi serta melaksanakan rutinitas ibadahnya. Bila
kemudian darah keluar lagi, maka ia diwajibkan kembali menghindari hal-hal yang
diharamkan bagi wanita haid. Bila darah berhenti lagi, ia wajib mandi lagi dan
demikian seterusnya, selama masih dalam masa 15 hari, yakni masa maksimal haid.
Manakala darah berhenti sebelum masa
paling sedikitnya haid (24 jam), maka ia cukup membersihkan darah yang keluar
dan wudu bila ingin melaksanakan aktivitas ibadahnya. Bila ternyata darah
keluar lagi maka saat darah berhenti, ia diwajibkan mandi. Hal ini kalau memang
darah yang pertama ditambah yang kedua, jumlahnya mencapai batas minimal haid.
Kemudian darah dihukumi berhenti bila
seandainya diusap dengan semisal kapuk / Tisu, sudah tidak ada cairan yang
sesuai dengan sifat dan warna darah (hanya berupa cairan bening). Namun bila
masih ada cairan yang berwarna keruh dan kuning, terjadi perbedaan diantara
ulama. Ada yang mengatakan masih dihukumi darah haid (qoul yang kuat), karena
menganggap masih berwarna darah, disamping memandang hukum asal bahwa cairan
keluar pada masa imkan haid. Ada yang berpendapat bukan darah haid, karena
menganggap cairan itu tidak berwarna darah.
Dengan demikian, bagi wanita
sangatlah perlu untuk menandai saat keluar dan berhentinya darah. Serta
memperhatikan warna dan sifatnya, terlebih bilamana ia mengalami istihadoh.
Sebab ini sangat erat kaitannya dengan penghitungan ketentuan darah haid, dan
jumlah sholat yang harus diqodo’ atau puasa yang harus diqodo’i.
Berikut ini hal-hal yang patut
diperhatikan oleh wanita saat mengalami haid:
a.
Sunah untuk tidak memotong kuku, rambut dan lain-lain
dari anggota badan saat haid/nifas. Sebab ada keterangan, kelak di akhirat
anggota badan yang belum disucikan akan kembali kepemilikannya masih dalam
keadaan jinabat (belum disucikan).
b.
Saat darah berhenti ketiak itu saat bulan Ramadhan,
wanita diperbolehkan mulai niat melaksanakan puasa sekalipun belum mandi. Karena
haramnya puasa disebabkan haid, bukan hadatsnya. Berbeda dengan sholat, sebab
penghalangnya adalah hadats. Juga berbeda dengan bersetubuh, sebab ada nash
hadits yang secara jelas melarang menggauli
istri sebelum bersuci.
c. Bagi wanita yang darah haidnya berhenti, namun belum
sempat mandi, bila ingin tidur, makan atau minum disunahkan membersihkan
farjinya kemudian wudu. Meninggalkan hal ini hukumnya makruh.
d. Biasanya, menjelang atau di saat haid, wanita
mengalami gangguan kesehatan. Di antaranya: Payudara mengencang dan terasa
sakit, Pegal-pegal, lemah dan lesu, Perut terasa sakit/mulas, Mudah emosi. Hal-hal
tersebut tidak perlu ditanggapi secara berlebihan, sebab itu hanyalah dampak
dari keluarnya darah secara wajar. Biasanya akan hilang di saat berhentinya
darah haid, bahkan terkadang hal itu berlangsung sebentar.
Sumber: “Sumber Rujukan Permasalahan
Wanita Menuju Wanita Shalihah”, diterbitkan oleh Lajnah Bahtsul Masaa-il (MHM
PP Lirboyo Kediri) dari berbagai kitab rujukan.
shalihah - Islam 100% Sempurna
Artikel keren lainnya: