Bagi
wanita yang mengalami haid atau nifas, ada hal yang harus diperhatikannya.
Yaitu masalah qodo’ sholat. Dalam istilah fikih haid dan nifas ini termasuk mawani’ussholah
(sesuatu yang mencegah dilakukannya sholat). Dan sholat yang ditinggalkan
selama masa haid atau nifas, hukumnya haram untuk diqodo’. Namun demikian bukan
berarti ia bebas total dari beban qodo’ sholat.
Secara
ringkas dapat dijelaskan bahwa, datangnya mani'ussholah (yang mencegah
sholat) akan mengakibatkan hutang sholat yang saat mani'nya hilang harus diqodo’,
ketentuannya adalah bilamana datangnya mani’ itu berada di dalam ruang waktu
sholat dan telah melewati jarak waktu yang sekiranya cukup digunakan untuk
melakukan sholat tersebut, sementara ia belum melaksanakannya. Hal ini apabila
ia tidak mengalami dawamul hadats (orang yang selalu mengeluarkan
hadats). Kalau ia dawamul hadats, maka kewajiban
qodo’ itu disyaratkan datangnya mani’ tersebut telah melewati jarak waktu yang
cukup digunakan sholat dan bersuci. Dan yang harus diqodo’i adalah sholat yang
belum sempat dikerjakan saat datangnya mani’ saja, tidak dengan sholat
sebelum atau sesudahnya, meskipun kedua sholat tersebut bisa dijama’.
Kemudian
masalah hilangnya mani’, juga tidak lepas dari kemungkinan adanya sholat yang
harus diqodo’. Yaitu jika hilangnya mani’ ini masih
berada dalam waktu sholat yang minimal masih muat sekiranya digunakan
takbirotul ihrom (mengucapkan lafadz Allahu Akbar) dan sholat tersebut tidak
mungkin dilaksanakan di dalam waktunya. Bila masih mungkin, maka harus
dilakukan pada waktu itu (ada’)
Khusus
masalah hilangnya mani’, sholat yang harus diqodo’ tidak hanya sholat di saat
mani’ itu hilang, namun juga sholat sebelumnya bila kedua sholat tersebut bisa
dijama.
Sedangkan
sholat yang bisa dijama. adalah Dzuhur dengan Ashar, Maghrib dengan isya.
Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa sholat sebelum hilangnya mani’ ikut diqodo’i
bersama sholat saat hilangnya mani’, apabila mani’ tersebut hilang diwaktu
Ashar dan Isya' saja.
Contoh:
01
Keluar
haid pada pukul 2.00 siang, sementara ia belum sholat Dzuhur. Dua hari
kemudian, haid berhenti saat waktu Ashar tinggal setengah menit menjelang
Maghrib. Maka:
Sholat
yang harus diqodo’ adalah sholat Dzuhur saat datangnya haid (sebab datangnya haid
telah melewati waktu yang cukup untuk melakukan sholat). Dan juga sholat Ashar
serta Dzuhur saat berhentinya darah (karena kedua sholat itu bisa dijama’ dan
saat berhentinya haid masih ada waktu yang cukup untuk digunakan takbirotul
ihrom).
Contoh:
02
Keluar
haid pukul 09.00 malam, sementara ia belum sholat Isya’. Lima hari kemudian, haidnya
berhenti ditengah- tengah waktu Subuh.
Maka:
Sholat
yang harus diqodo’ adalah sholat Isya’ saat datangnya haid saja. Sedangkan
sholat subuh saat darah berhenti dilakukan secara ada', bila waktunya cukup
digunakan bersuci (mandi, wudlu) serta sholat pada waktunya
Contoh:
03
Keluar
haid satu menit setelah masuk waktu Ashar. Sepekan kemudian haidnya berhenti
pukul 09.00 pagi. Maka:
Sholat
yang diqodo’ tidak ada, sebab saat datangnya haid meskipun telah masuk waktu
Ashar. namun belum melewati waktu yang cukup digunakan sholat. Sementara saat
berhentinya haid terjadi diluar waktu sholat.
Sumber:
“Sumber Rujukan Permasalahan Wanita Menuju Wanita Shalihah”, diterbitkan oleh
Lajnah Bahtsul Masaa-il (MHM PP Lirboyo Kediri) dari berbagai kitab rujukan
wanita shalihah - Islam 100% Sempurna
Artikel keren lainnya: