Rasulullah sudah memberikan kepada kita konsep sederhana untuk
memelihara derajat muttaqin yaitu dengan membudayakan sikap malu / Haya’
(jawa: isin), secara fitrah manusia pasti memiliki sifat malu, sifat ini harus
kita arahkan kedalam hal-hal yang positif seiring dengan apa yang diperintahkan
dalam agama Islam.
Sikap Khaya’ ini adalah salah satu akhlak mulia dalam Islam : Inna likulli dinin khuluqon wakhuluqul
islamil hayau “Sesungguhnya setiap agama itu mempunyai
akhlak adapun akhlak Islam adalah Sifat Malu”. Dalam hal keimanan atau keyakinan juga
disebutkan: Alhayau syu'batum
minal iman "Malu itu sebagian
dari iman". Jadi sifat malu ini bagian dari akhlak Mahmudah dan juga sifat malu
ini menjadi kendali bagi setiap orang Islam untuk menahan diri dari perbuatan
keji dan mungkar, Orang yang secara tekun dan istiqomah mendirikan sholat dengan sendirinya ia akan malu jika hendak berbuat tercela di-situlah peranan sholat untuk mencegah dari perbuatan keji dan mungkar yang didahului oleh sifat malu.
Sifat malu yang selalu dialami orang muslim ada dua :
1.
Malu Terhadap orang lain : yaitu ketika seseorang merasa malu terhadap
orang lain akibat perbuatan buruk yang dilakukan.
2.
Malu Terhadap Allah : yaitu ketika seseorang merasa malu terhadap Allah
karena melalaikan perintahnya seperti melalaikan / meninggalkan sholat, tidak
berpuasa di bulan Ramadhan dll, malu karena telah menerjang larangan-Nya seperti
telah berbuat mencuri (korupsi), aniaya, kekejaman, berbuat zina, mengkonsumsi narkoba
dll.
Sabda Rasulullah saw, Sifat malu itu seluruhnya adalah baik Al
hayau khoru kulluhu. Yang jelas sifat malu ini dapat membentengi diri
dari perbuatan menyimpang dan kemungkaran. Adanya orang berbuat durhaka seperti
koruptor, pencurian dll itu karena berkurangnya atau hilangnya rasa malu terhadap Allah. Adanya kaum hawa yang
suka mengumbar auratnya itu karena hilangnya rasa malu sehingga hatinya dikuasai
dengan semakin menghilangkan rasa malu itu.
Di mana-pun kaum muslim berada perlu membudayakan sifat malu yang
dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, yang di pasar harus punya rasa
malu terhadap kecurangan-kecurangan dalam jual beli, yang di kantor harus punya rasa malu jika datang terlambat
menggunakan fasilitas umum untuk pribadi, yang jadi pejabat juga harus punya
malu jika menerima suap, korupsi dll.
Rasulullah sangat menekankan sifat haya’ ini, belia juga bersabda Idza
lam tastakhi fashna' ma syi'ta. “jika sudah tidak punya rasa malu maka
lakukan apapun se-kehendakmu”. Hadis ini merupakan ungkapan istidroj (Jawa:
Penglulu) yaitu kesenangan sesat yang akan segera digantikan
azab di akhirat nanti. Jika sana sini sudah banyak kita temukan yang tidak
malu-malu lagi melakukan keburukan, mengira keburukan yang dilakukan adalah baik
dan tidak memalukan maka itu sebagai alamat kerusakan akhlak umat.
Semoga Allah SWT senantiasa memperbaiki akhlak kita dengan
menanamkan sifat haya’ dalam hati kita sehingga kita terbentengi dari perbuatan
durhaka atau maksiat. Amiin....