Pernah kita
menjumpai orang-orang di sekitar kita mungkin tetangga kita atau orang lain
yang pernah kita kenal, mereka baik kepada kita, mereka selalu menyapa jika
berjumpa dengan gelagat dan rona wajah yang menunjukkan rasa keakraban dan senyuman
yang menunjukkan rasa senang,. Mereka rela berkorban demi tetangga, atau demi
memelihara hubungan sesama manusia ataupun seorang teman, namun mereka bukan
orang-orang beriman (non muslim).
Adakalanya orang-orang
yang kita jumpai adalah serang yang sangat dermawan, tidak tanggung-tanggung
jika hendak membantu orang lain, menggembirakan teman, tetangga bahkan semua
orang yang dijumpainya. Ia adalah seorang muslim namun dia adalah seorang yang
tidak taat menjalankan kewajiban agama seperti shalat, menutup aurat dan kewajiban
yang lain. Orang Islam semacam ini kadangkala kita jumpai dengan faham mereka yang
berkarakter nasionalis.
Bagaimanakah amal kedua tipe
golongan tersebut di atas diterima ataukah ditolak oleh Allah SWT?
Untuk menjawab kedua hal
tersebut kita gunakan alat ukur atau alat uji dengan Al-Qur’an dan Assunah.
Ada tiga hal yang perlu digaris bawahi untuk dipahami dalam ajaran Islam terkait masalah amal shalih seseorang pertama
: ada keutamaan ilmu atas amal, kedua : ada keharusan iman atas
amal dan ketiga : ada keharusan ikhlas atas setiap amal. Untuk lebih
jelasnya kita bahas satu persatu:
1.
Keutamaan Ilmu atas
Amal;
Sesungguhnya ilmu pengetahuan mesti didahulukan
atas amal perbuatan, karena ilmu pengetahuanlah yang
mampu membedakan antara yang haq dan yang batil. Dengan Ilmu orang bisa
membedakan antara yang benar dan yang salah di dalam
perkataan mereka, bisa membedakan antara perbuatan-perbuatan yang
disunatkan dan yang bid'ah. Dalam hal ibadah bisa membedakan antara yang syah dan yang
tidak syah, serta di dalam melakukan muamalah yaitu antara tindakan yang
halal dan tindakan yang haram, membedakan antara yang terpuji
dan yang hina di dalam hal akhlak manusia, memahami syarat diterimanya amal
manusia dan lain sebagainya.
Oleh sebab itu, kita seringkali menemukan ulama pendahulu kita yang
memulai karangan mereka dengan bab
tentang ilmu pengetahuan. Sebagaimana yang dilakukan oleh
Imam al-Ghazali ketika menulis buku Ihya' 'Ulum al-Din; dan Minhaj
al-'Abidin. Begitu pula yang dilakukan oleh al-Hafizh al-Mundziri
dengan bukunya at-Targhib wat-Tarhib.
Setelah dia menyebutkan hadits-hadits tentang niat,
keikhlasan, mengikuti petunjuk al-Qur'an dan
sunnah Nabi saw; baru dia menulis bab tentang ilmu pengetahuan.
Pernyataan ini diperkuat dengan pemahaman firman Allah berikut:
"... Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya,
hanyalah ulama..." (Fathir: 28)
Ulama’ adalah ahli ilmu, dengannya yaitu ilmu pengetahuan yang dimiliki
dapat menyebabkan rasa takut kepada Allah, dan mendorong kepada amal
perbuatan yang baik.
Rasulullah saw. juga bersabda:
"Barangsiapa dikehendaki
kebaikan oleh Allah, maka dia akan diberi-Nya pemahaman tentang agamanya."
(Shahih al-Bukhari)
Pemahaman adalah Ilmu, bila seseorang
memahami ajaran agamanya, dia akan beramal, dan melakukan
amalan itu dengan baik. Dalil lain yang
menunjukkan kebenaran tindakan kita mendahulukan
ilmu atas amal ialah bahwa ayat yang pertama kali diturunkan ialah
"Bacalah." Dan membaca ialah kunci ilmu pengetahuan.
2.
Keharusan Iman atas
Amal;
Iman adalah pondasi amal dan ilmu adalah penggeraknya, amal tanpa didasari
iman maka akan runtuh (rusak sia-sia). Bayak ayat Al-Qur’an yang mensyaratkan harus dengan iman setiap amal shalih yang
dilakukan oleh serang yang beramal, Allah SWT. berfirman :
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ
أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ
أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Siapa yang melakukan amal shalih, baik laki-laki atau perempuan sedang
dia itu mukmin, maka Kami akan berikan kepadanya penghidupan yang baik serta
Kami akan memberikan kepadanya balasan dengan balasan yang lebih baik dari apa
yang telah mereka amalkan” (QS. An Nahl [16]: 97).
Dan masih ada lagi beberapa ayat yang lain yang mengaitkan iman dengan amal shalih seseorang.
3.
Keharusan Ikhlas
atas Amal;
Beribadah atau
melakukan kebaikan secara ikhlas merupakan keharusan bagi setiap Muslim agar
amalnya berpahala dan diterima oleh Allah SWT. Ibadah secara ikhlas merupakan
perintah Allah SWT :
“Padahal mereka
tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” (QS Al-Bayinah:5),
Keikhlasan dalam beribadah merupakan
ruh dari ibadah itu sendiri. Adapun hal-hal yang merusak keikhlasan adalah
karena riya’, musyrik, munafik dan kafir.
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا
يَعْمَلُونَ
“Dan bila mereka berbuat syirik, maka lenyaplah dari mereka apa yang
pernah mereka amalkan” (QS. Al An’am [6]: 88)
Syirik di sini berarti perbuatan dohir (yang tampak) maupun yang Bathin
(tersembunyi) menyekutukan Allah dalam
beribadah dengan sesuatu apapun selain Allah. Riya’ dalam ibadah adalah syirik
yang tersembunyi.
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ
أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ فِي يَوْمٍ عَاصِفٍ
“Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka
(orang-orang kafir) adalah bagaikan debu yang diterpa oleh angin kencang di
hari yang penuh badai” (QS. Ibrahim [14]: 18)
Allah juga mengibaratkan amalan orang kafir itu dengan fatamorgana:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ
كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ
يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِنْدَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ
“Dan orang-orang kafir amalan mereka itu bagaikan fatamorgana di tanah
lapang, yang dikira air oleh orang yang dahaga, sehingga tatkala dia
mendatanginya ternyata dia tidak mendapatkan apa-apa, justeru dia mendapatkan
(ketetapan) Allah disana kemudian Dia menyempurnakan penghisaban-Nya” (QS.
An Nur [24]: 39)
Ilmu - Iman -
Amal yang disertai keikhlasan adalah tiga komponen yang tidak dapat dipisahkan
ketika seseorang hendak beramal Shalih. Ketiga-tiganya adalah syarat
kesempurnaan Amal Shalih.
Karena di
akhirat nanti ada segolongan orang-orang yang mencari-cari amalnya tetapi mereka tidak
menjumpainya, penyebabnya adalah karena tidak memperhatikan keutamaan ilmu atas
amal, keharusan ada dalam hati yaitu iman dan ikhlas atas amal.
Sebagaimana yang
digambarkan dalam Al-Quran sbb:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأخْسَرِينَ
أَعْمَالا (١٠٣) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ
يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Katakanlah, “Apakah kalian mau kami beritahukan kepada kalian tentang
orang-orang yang paling rugi amalannya, yaitu orang-orang yang sia-sia
amalannya dalam kehidupan di dunia ini, sedangkan mereka mengira bahwa mereka
melakukan perbuatan baik?” (QS. Al Kahfi [18]: 103-104)
Allah SWT. juga berfirman :
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ
عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
“Dan Kami hadapkan apa yang telah mereka kerjakan berupa amalan, kemudian
Kami jadikannya debu yang bertaburan” (QS. Al Furqan [25]: 23)
Kesimpulan:
Dari semua
pembahasan diatas pada hakikatnya diterimanya amal seorang hamba yang tahu
hanya Allah karena itu adalah Qudaroh dan Irodah Allah. Namun untuk diterimanya
amal Allah telah memberi petunjuk dengan Al-Qur’an dan perantaraan Nabi Muhammad
SAW.
Adapun
kesimpulan dari maksud diatas (petunjuk Allah dan Rasul-Nya) adalah:
1.
Allah tidak menerima amal
shalih orang-orang yang belum/tidak beriman.
2.
Muslim yang baik dalam
hubungannya dengan sesama manusia namun melalaikan sebagian kewajiban yang telah
Allah tetapkan sebagaimana kewajiban shalat, menutup aurat dan yang lainnya itu
pertanda lemahnya keimanan seseorang, bahkan keimanan nyaris habis. Jika hal
itu terjadi maka ia akan terjerumus pada golongan orang munafik (mengaku islam
tapi tidak menjalankannya) atau musyrik bahkan kafir namun tidak disadari,
sedangkan amal shalih orang dengan sifat tersebut tidak diterima disisi Allah
SWT. hal ini merupakan kerugian yang besar bagi muslim yang tidak taat karena amal
kebaikannya akan rentan rusak karena bahaya syirik, munafik dan kafir yang
tersembunyi.
3. Bagi setiap upaya ibadah
setiap muslim yang beriman yang memenuhi syarat ilmu, iman dan keikhlasan,
berdasarkan Al-Qur’an dan Assunah itulah amal shalih yang diterima yang tidak
rusak, dan amal-amal tersebut kelak akan dijumpai di akhirat, dan akan diganti dengan kenikmatan yang abadi.
Wallahu a'lam.