Hiruk pikuk kehidupan moderen dewasa ini sangat komplek, adanya ketimpangan perekonomian masyarakat membuat sikaya makin tumbuh berkembang berbuah lebat dan membuat simiskin semakin terpuruk serta sulit untuk mencapai tingkat kecukupan yang diharapkan. Di negeri kita tercinta Indonesia ini orang msikin lebih besar jumlahnya dari orang kaya yang menengahpun sedikit, ibaratnya seperti sebuah bangun kerucut bagian terbesar adalah yang bagian bawah ditempati oleh yang miskin yang ekonomi menengah yang bagian tengahnya dan orang kaya bagian ujungnya, walaupun dalam media dikabarkan tingkat perekonomian Indonesai semakin membaik paska orde lama tapi kenyataan dilapangan angka kemiskinan juga tinggi dan banyak yang belum tersentuh oleh tangan-tangan si dermawan dari pemerintah atau tangan perseorangan. Fenomena tersebut terlihat di masyarakat dewasa ini yang membuat pusing orang-orang yang berada digolongan menengah kebawah karena sulitnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Gaya hidup mementingkan kepentingan sendiri itu lebih mendominasi kebanyakan orang di Indonesia ini. Jika kita tinjau ulang sebenarnya siapa yang sepenuhnya harus bertanggung jawab dengan semua ini? Sebelum kita jawab sedikit kita lanjutkan untuk melihat fenomena yang terjadi dipenguasa kita.
Sana sini kita sering melihat di media atau langsung melihat sendiri, perayaan-perayaan daerah kabupaten propinsi maupun tingkat pusat, entah itu tentang perayaan hari jadi, atau perayaan-perayaan yang lain yang berdalih menyelenggarakan hiburan masyarakat, yang sebenarnya hal tersebut hanya kesenangan sesaat sesudah itu susah dan sulit lagi dirasakan oleh Masyarakat. Andai kata pengusa jeli melihat orang-orang yang susah dalam maslah ekonomi hidupnya, gelandangan, pemulung sampah, tuna wisma, pengangguran pasti akan menemukan banyak sekali orang-orang seperti itu yang tidak pernah tersentuh. Mereka akan lebih bisa tersenyum lama dan lega bila diberikan bantuan langsung bahkan besar untuk modal usaha daripada disuguhi tontonan rakyat dengan dalih hiburan rakyat tersebut yang menelan dana milyaran rupiah.
Lebih parahnya lagi disituasi seperti itu masih banyak penguasa-penguasa tamak (toma') yang rakus akan penghasilan melalui jalan srobot sana srobot sini, potong sana potong sini, tilep sana tilep sini, na'udzubillah min dzalik. Hal tersebut dilakukan demi sebuah nafsu dunia yang tak kunjung habis bila terus diikuti. Itu adalah perbuatan dholim diatas dholim, semoga mulai saat ini dan seterusnya sudah tidak ada lagi. Sebuah saran jika hendak ingin jadi pejabat ketika niatnya hanya untuk memperkaya diri dan menambah popularitas diri/keluarga lebih baik urungkan saja, jadi pejabat harus siap bekerja melayani rakyat, jadi pejabat harus berani berkorban untuk rakyat bukan malah mengorbankan rakyat untuk kepentingan nafsunya.
Ini suara perbaikan dari orang lemah yang selalu tertindas-tindas, yang selalu diakalin, yang selalu dibodohin, bukannya mengecam kepada penguasa yang demikian hanya sekedar mengingatkan akan tugas dan kewajiban yang sebenarnya dan seharusnya. Dengan demikian jelaslah yang bertanggung jawab atas ketimpangan ekonomi adalah penguasa kepemerintahan secara umum dan secara khusus adalah masing-masing dari kita sendiri segenap kaum muslimin, karena mayoritas masyarakat Indonesia adalah Islam, di dalam agama Islam ada hak orang lain dalam harta kita yang seringkali dilupakan, itu untuk kaum miskin yang lemah.
Sekarang kita kembali pada diri kita asing-masing, masalah dunia yang sulit seperti itu kadang mempengaruhi individu kita setiap musim sebagai hamba dalam menjalankan ketaatan beribadah kepada Allah SWT. satu-satunya Tuhan yang hak untuk disembah, satu-satunya yang pantas dimintai pertolongan. Kadang kala terbesit dalam hati kecil ketika kita sungguh-sungguh dalam ketaatan "Dengan ibadah ini Allah pasti mengganjar dengan kelancaran rizki". hari demi hari dilakukan ibadah yang wajib dan sunnah tanpa putus dengan harapan kelancaran rizki, akan tetapi apa yang diharap-harapkan tidak kunjung datang, rezki yang didapat tetap-tetap saja. Dari kejadian semacam ini ibarat seseorang berdiri ditempat yang sangat berbahaya yang kanan kirinya dipenuhi banyak ranjau, dalam kondisi seperti ini kita bisa terjebak dalam sifat tamak dalam hati, berharap yang lebih atas karunia Allah dan tidak pernah merasa cukup. Hilangnya sifat qonaah dan rasa bersyukur atas karunia Allah, karena nikmat yang ada disangka belum ada karena keinginannya yang lebih dari nikmat itu. Selanjutnya dalam kondisi seperti ini bisa memunculkan sifat su'udzon terhadap Allah atau hati berkata "Allah tidak mengabulkan do'aku", Berprasangka buruk terhadap Allah adalah awal semakin terpuruknya kehidupan seseoang dunia dan akhirat. Bayangkan saja jika seorang hamba sudah tidak percaya lagi kepada tuannya pasti tindakannya pun semaunya, dengan tindakannya yang semaunya bisa saja ia dipecat oleh tuannya.
Jagan sekali-kali kita menukar apa yang telah dijanjikan Allah akan kemuliaan hidup di akhirat dengan hal yang lebih rendah dari itu wal akhirotu khoiru waabqo bahwa kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal daripada perkara dunia seperti harta benda, jabatan dll. Ibadah kita murni karena mengharapkan perjumpaan dengan-Nya besok di akhirat, Ibadah kita murni hanya mengharapkan keridhoan-Nya, hati kita dalam beribadah lebih condong kepada akhirat daripada dunia. Maka penting selalu kita menata hati kita dalam setiap Ibadah kita agar tidak tertipu dengan kesesatan niat dalam beribadah, yang mana nanti di akhirat ada orang yang bingung mencari-cari amal mereka ketika didunia akan tetapi ia tidak menjumpainya. Itu adalah utamanya niat dalam setiap amal ibadah apapun yang kita lakukan.
Jadi seyogjanya kita tidak mengaitkan ibadah dengan urusan dunia, untuk urusan dunia cukuplah dengan usaha (ikhtiar) dohir kita secara maksimal, menerima apa adanya dari hasilnya, syukur atasnya walau sekecil apapun, serta menyerahkan semua urusan kepada Allah setelah usaha maksimal kita. Insyaallah dengan demikian amal-amal kita akan terselamatkan dari buruknya niat atau tertukarnya niat dengan urusan dunia yang dengan mudahnya muncul dalam hati kita. Wallah A'lam.