Sayyid Muhammad ibn Alawi Al-Maliki - Kelemahan Islam Terdapat pada Pertikaian para Ulamanya
Sayyid
Prof. Dr. Muhammad ibn Sayyid 'Alawi ibn Sayyid 'Abbas ibn Sayyid 'Abdul 'Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki al-Asy'ari asy-Syadzili lahir
di Makkah pada tahun 1365 H. Pendidikan pertamanya adalah Madrasah
Al-Falah, Makkah, dimana ayah beliau Sayyid Alawi bin Abbas al Maliki
sebagai guru agama di sekolah tersebut yang juga merangkap sebagai
pengajar di halaqah di Haram Makki. Beliau juga belajar kepada
ulama-ulama Makkah terkemuka lainnya, seperti Sayyid Amin Kutbi, Hassan
Masshat, Muhammad Nur Sayf, Sa'id Yamani, dan lain-lain. Sayyid Muhammad
memperoleh gelar Ph.D-nya dalam Studi Hadits dengan penghargaan
tertinggi dari Jami' al-Azhar di Mesir, pada saat baru berusia dua puluh
lima tahun. Beliau kemudian melakukan perjalanan dalam rangka mengejar
studi Hadits ke Afrika Utara, Timur Tengah, Turki, Yaman, dan juga anak
benua Indo-Pakistan, dan memperoleh sertifikasi mengajar (ijazah) dan
sanad dari Imam Habib Ahmad Mashhur al Haddad, Syaikh Hasanayn Makhluf,
Ghumari bersaudara dari Marokko, Syekh Dya'uddin Qadiri di Madinah,
Maulana Zakariyya Kandihlawi, dan banyak lainnya. Sayyid Muhammmad
merupakan pendidik Ahlus Sunnah wal Jama'ah, seorang 'alim kontemporer
dalam ilmu hadits, 'alim mufassir (penafsir) Qur'an, Fiqh, doktrin
('aqidah), tasawwuf, dan biografi Nabawi (sirah). Sayyid Muhammad
al-Makki merupakan seorang 'aliim yang mewarisi pekerjaan dakwah
ayahanda, membina para santri dari berbagai daerah dan negara di dunia
Islam di Makkah al-Mukarromah. Ayahanda beliau adalah salah satu guru
dari ulama-ulama sepuh di Indonesia, seperti Hadratus Syaikh K.H. Hasyim
Asy'ari, KH. Abdullah Faqih Langitan, KH. Maimun Zubair dan lain-lain.
Dalam meneruskan perjuangan ayahandanya, Sayyid Muhammad sebelumnya
mendapatkan sedikit kesulitan karena beliau merasa belum siap untuk
menjadi pengganti ayahnya. Maka langkah pertama yang diambil adalah
melanjutkan studi dan ta'limnya terlebih dahulu. Beliau berangkat ke
Kairo dan Universitas al-Azhar Assyarif merupakan pilihannya. Setelah
meraih S1, S2 dan S3 dalam fak Hadith dan Ushuluddin beliau kembali ke
Makkah untuk melanjutkan perjalanan yang telah di tempuh sang ayah.
Disamping mengajar di Masjidil Haram di halaqah, beliau diangkat sebagai
dosen di Universitas King Abdul Aziz- Jeddah dan Univesitas Ummul Qura
Makkah bagian ilmu Hadith dan Usuluddin. Cukup lama beliau menjalankan
tugasnya sebagai dosen di dua Universitas tsb, sampai beliau memutuskan
mengundurkan diri dan memilih mengajar di Masjidil Haram sambil membuka
majlis ta'lim dan pondok di rumah beliau. Adapun pelajaran yang di
berikan baik di masjidil haram atau di rumah tidak bertumpu pada ilmu
tertentu seperti di Universitas, akan tetapi semua pelajaran yang
diberikannya bisa di terima semua masyarakat baik masyarakat awam atau
terpelajar, semua bisa menerima dan mencicipi apa yang diberikan Sayyid
Muhammad Maka dari itu beliau selalu menitik beratkan untuk membuat
rumah yang lebih besar dan bisa menampung lebih dari 500 murid per hari
yang biasa dilakukan selepas sholat Maghrib sampai Isya di rumahnya di
Hay al Rashifah. Begitu pula setiap bulan Ramadan dan hari raya, beliau
selalu menerima semua tamu dan muridnya dengan tangan terbuka tanpa
memilih golongan atau derajat. Semua di sisinya sama tamu-tamu dan murid
murid, semua mendapat penghargaan yang sama dan semua mencicipi ilmu
bersama. Dari rumah beliau telah keluar ulama-ulama yang membawa panji
Rasulallah ke suluruh pelosok permukaan bumi. Di Indonesia, India,
Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika, apa lagi di Asia yang merupakan
sebagai orbit dakwah Sayyid Muhammad al Maliki, ribuan murid murid
beliau yang bukan hanya menjadi kyai dan ulama akan tetapi tidak sedikit
yang masuk ke dalam pemerintahan. Di samping pengajian dan taklim yang
rutin di lakukan setiap hari, beliau juga mengasuh pondok yang jumlah
santrinya tidak sedikit, semua berdatangan dari penjuru dunia, belajar,
makan, dan minum tanpa di pungut biaya sepeser pun bahkan beliau
memberikan beasiswa kepada para santri sebagai uang saku. Setelah
beberapa tahun belajar, para santri dipulangkan ke negara-negara mereka
untuk menyiarkan agama. Sayyid Muhammad al Maliki dikenal sebagai guru,
pengajar dan pendidik yang tidak beraliran keras, tidak berlebih-
lebihan, dan selalu menerima hiwar dengan hikmah dan mauidhah hasanah.
Beliau ingin mengangkat derajat dan martabat Muslimin menjadi manusia
yang berperilaku, baik dalam muamalatnya kepada Allah dan kepada sesama,
terhormat dalam perbuatan, tindakan serta pikiran dan perasaannya.
Beliau adalah orang cerdas dan terpelajar, berani dan jujur serta adil
dan cinta kasih terhadap sesama. Itulah ajaran utama Sayyid Muhammad bin
Alawi Al Maliki. Beliau selalu menerima dan menghargai pendapat orang
dan menghormati orang yang tidak sealiran dengannya. Semua yang
berlawanan diterima dengan sabar dan usaha menjawab dengan hikmah dan
memecahkan sesuatu masalah dengan kenyataan dan dalil-dalil yang benar
bukan dengan emosi dan pertikaian yang tidak bermutu dan berkesudahan.
Sayyid Muhammad tahu persis bahwa kelemahan Islam terdapat pada
pertikaian para ulamanya dan ini memang yang di inginkan musuh Islam.
Sampai-sampai beliau menerima dengan rela digeser dari kedudukannya baik
di Universitas dan ta'lim beliau di masjidil Haram. Semua ini beliau
terima dengan kesabaran dan keikhlasan bahkan beliau selalu menghormati
orang orang yang tidak sependapat dan sealiran dengannya, semasih mereka
memiliki pandangan khilaf yang bersumber dari al-Qur'an dan Sunah.
Adapun ulama yang telah mendapat gemblengan dari Sayyid Muhammad bin
Alawi Al Maliki, mereka sangat pandai, di samping menguasai bahasa Arab,
mereka juga menguasai ilmu-ilmu agama yang cukup untuk dijadikan
pegangan dan referensi di negara-negara mereka. Pada akhir hayat beliau
saat terjadi insiden teroris di Saudi Arabia, beliau mendapatkan
undangan dari ketua umum Masjidil Haram Syekh sholeh bin Abdurahman
Alhushen untuk mengikuti "Hiwar Fikri" di Makkah yang diadakan pada tg 5
sd 9 DhulQo'idah 1424 H dengan judul "Al-qhuluw wal I'tidal Ruya
Manhajiyyah Syamilah", di sana beliau mendapat kehormatan untuk
mengeluarkan pendapatnya tentang thatarruf atau yang lebih poluler
disebut ajaran yang beraliran fundamentalists atau extremist (keras).
Dan dari sana beliau telah meluncurkan sebuah buku yang sangat popular
dikalangan masyarakat Saudi yang berjudul "Alqhuluw Dairah Fil Irhab Wa
Ifsad Almujtama". Dari situ, mulailah pandangan dan pemikiran beliau
tentang da'wah selalu mendapat sambutan dan penghargaan masyarakat luas.
Pada tg 11/11/1424 H, beliau mendapat kesempatan untuk memberikan
ceramah di hadapan wakil raja Amir Abdullah bin Abdul Aziz yang isinya
beliau selalu menggaris-bawahi akan usaha menyatukan suara ulama dan
menjalin persatuan dan kesatuan da'wah. Di samping tugas beliau sebagai
da'i, pengajar, pembibing, dosen, penceramah dan segala bentuk kegiatan
yang bermanfaat bagi agama, beliau juga seorang pujangga besar dan
penulis unggul. Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya,
semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak sedikit dari kitab-kitab beliau
yang beredar telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu,
Indonesia dll. Mafahim Yujibu an-Tusahhah (Konsep-konsep yang perlu
diluruskan) adalah salah satu kitab karya Sayyid Muhammad, red.)
bersinar layaknya suatu kemilau mutiara. Inilah seorang manusia yang
menantang rekan-rekan senegaranya, kaum Salafi-Wahhabi, dan membuktikan
kesalahan doktrin-doktrin mereka dengan menggunakan sumber-sumber dalil
mereka. Untuk keberanian intelektualnya ini, Sayyid Muhammad dikucilkan
oleh rumah Najd dan dituduh sebagai seorang yang sesat. Beliau pun
dicekal dari kedudukannya sebagai pengajar di Haram (yaitu di Masjidil
Haram, Makkah, red.). Kitab-kitab karya beliau dilarang, bahkan
kedudukan beliau sebagai professor di Umm ul-Qura pun dicabut. Beliau
ditangkap dan passport-nya ditahan. Namun, dalam menghadapi semua hal
tersebut, Sayyid Muhammad sama sekali tidak menunjukkan kepahitan dan
keluh kesah. Beliau tak pernah menggunakan akal dan intelektualitasnya
dalam amarah, melainkan menyalurkannya untuk memperkuat orang lain
dengan ilmu (pengetahuan) dan tasawwuf. Saat kaum Salafi-Wahhabi
mendiskreditkan beliau, beliau pun menulis lebih banyak buku dan
mendirikan Zawiyyah beliau sendiri yang menjadi United Nations
(Perserikatan Bangsa- Bangsa) dari para 'Ulama. Akhirnya, protes dari
dunia Muslim memaksa kaum Salafi-Wahhabi untuk menghentikan usaha mereka
mem-peti es-kan sang 'alim kontemporer yang paling terkenal dalam
mazhab Maliki ini. Beberapa di antara mereka bahkan mulai mendukung
beliau. Kedengkian mereka sebenarnya didorong oleh fakta bahwa Sayyid
Muhammad al-Maliki jauh lebih unggul untuk dijadikan tandingan mereka.
Dengan sendirian saja, beliau mengambil Islam Sunni dari klaim
tangan-tangan Neo-Khawarij Salafi-Wahhabi dan menempatkannya kembali ke
tangan mayoritas ummat ini. Melalui berbagai karya-karyanya yang
menonjol, beliau menyuntikkan kepercayaan diri yang amat dibutuhkan
dalam perdebatan saat kaum jahil yang mengandalkan ijtihad pribadi mulai
meracuni pemikiran umat Islam. Beliau wafat hari jumat tgl 15 ramadhan
1425 H ( 2004 M) dan dimakamkan di pemakaman Al-Ma'la disamping makam
istri Rasulallah Saw. Khadijah binti Khuailid Ra. dengan meninggalkan 6
putra, Ahmad, Abdullah, Alawi, Ali, al- Hasan dan al-Husen dan beberapa
putri-putri yang tidak bisa disebut satu persatu disini. Dan yang
menyaksikan pemakaman beliau hampir seluruh umat muslimin yang berada di
Makkah pada saat itu termasuk para pejabat, ulama, para santri yang
datang dari seluruh pelosok negeri, baik dari luar Makkah atau dari luar
negeri. Semuanya menyaksikan hari terakhir beliau sebelum disemayamkan,
setelah disholatkan di Masjidil Haram ba'da sholat isya yang dihadiri
oleh tidak kurang dari sejuta manusia. Begitu pula selama tiga hari tiga
malam rumahnya terbuka bagi ribuan orang yang ingin mengucapkan
belasungkawa dan melakukan `aza'. Dan di hari terakhir `Aza, wakil Raja
Saudi, Amir Abdullah bin Abdul Aziz dan Amir Sultan datang ke rumah
beliau untuk memberikan sambutan belasungkawa dan mengucapkan selamat
tinggal kepada pemimpin agama yang tidak bisa dilupakan umat. Ketika
jenazah Sayyid Muhammad Al Maliki hendak dishalatkan di Masjidil Haram,
ribuan warga kota Mekkah bergantian menggusung jenazahnya. Dikabarkan
toko-toko di sekitar Masjidil Haram yang dilewati jenazah mematikan
lampu sebagai tanda dukacita. Kebesaran keluarga Al Maliki, bukan hanya
di Indonesia, tapi juga di negara-negara Afrika, Mesir, dan Asia
Tenggara. Jadi tidak heran dengan meninggalnya Sayyid Muhammad Al Maliki
umat Islam telah kehilangan satu ulama yang telah mengoreskan tinta
sejarah perjuangan menegakkan kalimat tauhid di muka bumi ini yang
menjadi tauladan buat kita semua.
sumber : http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=5&func=view&id=1382&catid=10