Manusia semua pasti punya angan-angan serta memikirkan tentang generasi/ keturunan yang kelak diharapkan melanjutkan cita-citanya, tetapi tidak sedikit yang belum siap bagaimana membina keturunan agar menjadi baik sesuai cita-cita yang diinginkan. Seorang anak atau pemuda adalah generasi penerus dimasa yang akan datang, dimasa diluar zaman kita, dimasa yang berbeda dengan kita, dimasa yang belum pernah kita jumpai sebelumnya.Tentunya masa-masa yang menurut sudut pandang Islam lebih berat cobaannya, bermacam-macam godaannya, dan besar fitnahnya. Yang menjadikan orang tua belum siap karena harus menyiapkan segala sesuatunya lebih dari ilmu yang dikuasai terkait masalah bagaimana menghadapi problematika kehidupan dalam kaca mata agama Islam yang kita cintai. Disinilah orang akan merasa tentang pentingnya belajar sepanjang hayat, mengajar sepanjang hayat, tidak terbatas oleh ruang atau waktu “Utlubul ilma minal mahdi ilall lahdi” menuntut ilmu mulai dari buaian hingga ke liang lahad. Tidak disadari sesunggunya setiap orang adalah guru yaitu guru bagi keturunannya sendiri, tidak disadari pula hal itu menempati porsi waktu terbanyak dalam kehidupan ini. Dengan demikian keberhasilan pembentukan generasai terbaik sesuai zamannya pintu gerbangnya adalah bimbingan orang tua, pagarnya adalah pembinaan orang tua juga, orang tua tidak dapat lepas dalam hal ini terlebih dalam masalah dukungan rohani (do’a).
Untuk pengajaran dan pembekalan seorang anak lebih lanjut disini saya ibaratkan sebagai isi didalamnya jika orang tua sebagai pintu gerbang dan pagar-pagarnya perlu adanya isi sebagai inti yaitu sangat perlunya guru yang sejati, guru yang salih, guru yang istiqomah, guru yang benar (shiddiq), guru yang membimbing untuk cinta Allah dan Rasul-Nya, guru yang mengajarkan Al-Qur’an, guru yang mengajar tentang kesantunan, ketawadu’an, sikap hormat menghormati, guru yang mengajarkan amal istiqomah dan kemulian budi pekerti. Kedua-duanya saling mendukung antara pendapingan orangtua dan didikan guru. Peran orang tua sangat penting sekali dalam keberhasilan pendidikan anak, orang tua sebagai penangung jawab penuh semua biaya dalam pembelajaran yang ditempuh, pemberi motivasi, mengarahkan serta melakukan pantauan terhadap aktifitas anak.
Orang tua pun bisa mengajar layaknya seorang guru bagi muridnya jika itu mampu dilaksanakannya, jika tidak maka kewajibannya adalah mengarahkan atau mencarikan pembimbing sejati (guru sejati) yang shalih yang memenuhi kreteria yang telah disebut sebelumnya, guru yang tepat untuknya. Anak tidak bisa lepas sendiri tanpa arahan dari orang tua, orang tua berkewajiban mengarahkan pendidikan anak kepada pendidikan yang pokok didalamnya memuat pendidikan tentang cinta kepada Allah dan rasulnya, itu bisa kita dapati dipendidikan pesantren, madrasah, atau lembaga pendidikan Islam yang bercirikhas moderen. Orang tua pun harus berhati-hati dalam memilihkan tempat belajaar putra putrinya, jangan sampai salah pilih sehingga pendidkan anak menyimpang dari ajaran Islam yang sebenar-benarnya.
Yang dilupakan orang tua lagi adalah bahwa para orang tua merasa keberhasilan pendidikan ilmu umum lebih menjadi prioritas dari pada Ilmu Agama, dapat dikatakan orang tua akan merasa bangga jika anaknya berprestasi dibidang akademis dan tidak menghiraukan anaknya punya akhlak yang buruk dan pemahaman agama yang lemah. Sebagai sebuah contoh dalam kehidupan saat ini adalah; Orang tua mati-matian memperjuangkan anaknya demi keberhasilan sekolah si-anak dengan mengikuti berbagai kegiatan les, sampi di anter segala kalau tidak les anak dimarahi, tapi kalau gilirannya mengaji jarang di perhatiin berangkat atau tidak terserah dan tidak pernah di marahi. Anak mau ngaji hujan gerimis orang tua bilang "udah di rumah saja nanti sakit gara-gara kena hujan!", tetapi kalau les pelajaran matematika di anter bawa mantel/ payung dan di tungguin sampi selesai. Les pelajaran umum sampi di belain nyari guru yang pinter, kalau giliran ngaji jarang di perhatikan gurunya siapa?, anak tidak sholat jum'at di biyarkan, tapi anak tidak belajar pelajaran umum di marahin, orang tua lebih khawatir nasib anaknya di dunia dari pada nasib anaknya di akhirat. Orang tua semacam itu telah lupa tentang siapa sebenarnya yang menjamin kebahagiaan hidup seseorang, dan jalan mana yang seharusnya ditempuh. Orang tua tidak merasa telah mengambil jalan yang salah, dan tidak terasa pula telah mengajari anak untuk cinta yang sangat berlebih terhadap dunia. Harapan orang tua yang mengharapkan anaknya dapat membahagiakannya kelak adalah sia-sia, karena anak tidak pernah mengenal bagaimana berbuat baik kepada orang tua, mendo’akan orang tua, atau tahu tapi tak mampu lagi akibat hatinya yang keras dan dikuasai syetan untuk tunduk pada dunia.
Dari hal tersebut diatas mengandung pelajaran supaya para orang tua lebih mengutamakkan Akhirat yang kekal dari pada dunia yang sesaat mengenai pendidikan putra putrinya, pendidikan yang memuat tentang pentingnya kejujuran, keikhlasan, kesabaran, rasa syukur, tawadu’ dan sifat terpuji lainnya yang membawa kebaikan. Seperti yang telah diungkapkan oleh Beliau Habib Ummar bin Hafidz “Apa yang akan terjadi semuanya akan menjadi baik bagi orang yang jujur bersama Allah SWT. Semuanya baik bagi orang yang melaksanakan perintah Allah. Semuanya baik bagi orang yang mencintai Allah. Semuanya baik bagi yang terikat dengan Allah dan bersambung dengan Nabi Muhammad saw”.
Setelah hal-hal diatas telah diupayakan maka setelah itu pasrahkan semua itu kepada Allah dengan banyak berdo’a berdzikir untuk taqorub kepada Allah, karena orang tua pun harus menjaga jangan sampai merasa anak itu selalu dikekang dan dibatasi kreatifitasnya karena itu adalah juga hak seorang anak. Mempasrahkan semua kepada Allah setelah kita berupaya maksimal adalah jalan terbaik, karena sering tidak kita mersa bahwasanya penjagaan Allah SWT terhadap anak kita ketika kita memohon sungguh supaya anak kita diselamatkan adalah 100% terjamin bila dibandingkan upaya penjagaan kita sendiri, hal ini dengan catatan Allah mengabulkan do’a kita dan telah ridho pada upaya kita.